Saturday 23 September 2017

Suporter PSS Sleman, Leader Suporter Modern di Indonesia

Sobat, masih ingat kan Piala Presiden 2017 lalu ?
Pada Turnamen Piala Presiden 2017, panitia  memberikan Trofi  pada  para jawara. Selain memberikankan trofi Jawara Piala Presiden 2017, panitia juga memberikan trofi untuk pemain terbaik, pencetak gol terbanyak, pemain muda terbaik, tim fair play, dan satu lagi trofi untuk Suporter Terbaik.

Untuk ketegori Suporter Terbaik Piala Presiden 2017, saya  berpikiran 100% bahwa yang bakal mendapatkan Predikat Suporter Terbaik, adalah Suporter PSS Sleman. Anggapan  saya ini didasarkan pada fakta yang menyebutkan, bahwa Suporter PSS Sleman yang diwakili Brigata Curva Sud (BCS) meraih  Predikat sebagai  Suporter Modern/Ultras Terbaik se-Asia versi Copa90, pada akhir tahun 2016.

Prediksi saya bahwa Suporter PSS Sleman akan meraih Suporter Terbaik Piala Presiden 2017 ternyata keliru, panitia lebih memilih Suporter Persib Bandung sebagai Suporter Terbaik Piala Presiden 2017. Isu yang beredar, panitia memilih suporter yang berasal dari kasta tertinggi sepakbola Indonesia, bukan dari kasta kedua (Liga 2). Gelaran Piala Presiden 2017, waktu itu mengikutsertakan dua wakil dari Liga 2,  yaitu PSCS Cilacap dan PSS Sleman.

Apa boleh buat, Predikat Suporter Terbaik Piala Presiden 2017 sudah jatuh ke tangan suporter Persib Bandung. Meski kenyataan  berikutnya, komunitas suporter itu tidak atau belum bisa memberikan inspirasi bagi kelompok suporter di tanah air. 

Sebaliknya, Suporter PSS Sleman yang gagal jadi suporter terbaik di Piala Presiden 2017 malah giat memberikan inspirasi bagi kelompok-kelompok suporter di Indonesia. Kini makin banyak kelompok suporter  di Indonesia yang meniru koreografi dan manifestonya.

Predikat  Suporter Modern/Ultras Terbaik versi Copa90, membuat Suporter PSS Sleman  (dalam hal ini Brigata Curva Sud /BCS) telah menjadi Leader bagi suporter sepakbola di Indonesia.

Berikut ini ada beberapa item yang membuat suporter PSS Sleman-Brigata Curva Sud menjadi  Leader bagi suporter modern di Indonesia.

1. Koreografi dan chant Ale-Ale
Tampilan Koreografi  milik Suporter PSS Sleman-Brigata Curva Sud  lebih semarak, kompak, dan rapi. Tiap individu mempunyai tanggung jawab untuk menyuguhkan koreo yang menarik , sedap di pandang mata. Tanggung jawab untuk apa ? Tanggung jawab untuk bergerak dan terus bernyanyi sepanjang pertandingan, serta  membawa kertas  dengan warna-warni yang telah ditentukan oleh koordinatornya.

Brigata Curva Sud - PSS Sleman berhasil mengadopsi gaya Brigata Curva Sud milik AC Milan, kala AC Milan berlaga di Stadion San Siro Italia. Jadi anda tak perlu jauh-jauh terbang ke  San Siro Italia untuk melihat  AC Milan  bertanding dan melihat koreo “Brigata Curva Sud” menari dan bernyanyi. Anda cukup datang di San Siro Mini di Indonesia,  Stadion Maguwoharjo Sleman.

Koreografi  dua ataupun tiga dimensi  sudah biasa ditampilkan Suporter PSS Sleman, Brigata Curva Sud. Tidak puas dengan dua dan tiga dimensi, ditampilkan Koreo empat dimensi. Koreo empat dimensi dengan view Burung Elang, adalah koreo yang paling dahsyat sementara ini.

Koreo ini telah memikat hati Presiden Jokowi, kala Pak Jokowi membuka Piala Presiden 2017 beberapa waktu lalu. Vlog milik Pak Presiden Jokowi tentang suporter PSS Sleman-Brigata Curva Sud ini pun dibanjiri like dan ditonton ribuan orang  di kanal You Tube.

Koreografi  luar biasa dari Suporter PSS Sleman, kini menjadi ide bagi kelompok-kelompok suporter yang lain.  Ada beberapa  kelompok suporter lain bagus dalam meniru Koreografi milik Suporter PSS Sleman, Brigata Curva Sud. Sementara itu kelompok suporter yang lainnya,  terasa  garing ketika mencoba meniru aksi BCS.




Chant Ale-Ale.
Salah satu Chants khas milik Brigata Curva Sud, adalah “Ale-ale” . Brigata Curva Sud kali ini memang sedang tidak jualan minuman ringan tertentu. Meski kalau diucapkan seperti merk minuman yang biasa dikonsumsi anak-anak.
Kenapa tidak mengumandangkan “ole..ole…ole..” ?
Bagi BCS kata “ole..ole..” sudah umum. BCS ingin sesuatu yang baru, BCS ingin menjadi leader bagi komunitas suporter lain.
Beberapa bulan terakhir ini, Chants Ale..ale.. sudah ditiru dan menggema di beberapa stadion di Indonesia. Perhatikan baik-baik jika anda nonton di televisi.




2. Banner
Banner raksasa merupakan salah satu bagian dari Koreografi yang diangkat Brigata Curva Sud – PSS Sleman. Tampilannya menambah ciamik  koreografi ribuan supporter PSS Sleman yang senantiasa terus bergerak dan bernyanyi mendukung Busari dkk bertarung di lapangan.

Banner besar ini dipasang di belakang gawang bagian selatan, dan  di depan ribuan suporter area Curva Sud. Foto Banner biasanya berganti-ganti sesuai tema yang telah disetujui. Foto Banner biasanya berisi pemain atau pelatih, serta sekelumit kalimat yang memberikan semangat bertanding PSS Sleman.





3. Selebrasi Papper Roll.
Papper Roll (kertas gulung) sebenarnya  bukan sesuatu yang baru di dunia sepakbola. Hanya saja, klub-klub di Indonesia tidak bisa memanfaatkan item ini dengan optimal. Di tangan anak-anak muda Brigata Curva Sud, PapperRoll menjadi sesuatu yang luar biasa, dan bikin merinding bagi siapa saja yang menontonya berulang-ulang lewat  You Tube.

Demi reputasi Brigata Curva Sud yang sudah  men-Dunia, Brigata Curva Sud  Sleman mewajibkan bagi suporter yang memasuki area  tribun  terbuka bagian Selatan, untuk membawa Paper Roll. Tidak semua pertandingan ada aksi buang Paper Roll, hanya pertandingan tertentu saja.

Berapa biaya yang dikeluarkan untuk ‘aksi buang paper roll’ ini ? Anggap saja jika  harga  Paper Roll Rp. 3000/biji, dan area tribun selatan dipenuhi 8.000 pasukan Brigata Curva Sud, berarti mereka membutuhkan  dana  sekitar Rp. 24 Juta untuk membuat ‘hujan salju’.

Itu dengan catatan satu orang membawa satu buah Paper Roll. Padahal, ada yang membawa  3 sampai 5 buah Paper Roll. Jadilah Paper Roll ini seperti ‘hujan salju’ yang membasahi San Siro mini Indonesia,  Stadion Maguwoharjo Sleman.

Di Indonesia, Brigata Curva Sud menjadi menjadi Leader  selebrasi  Paper Roll  bagi kelompok suporter lain.   




4. Menonton dengan memakai  Sepatu.
Sebenarnya ini sangat sepele sekali. Masuklah Stadion dengan Bersepatu !
Dulu, ketika PSS Sleman masih berlaga di Stadion Tridadi yang hanya berkapasitas 10.000, penonton yang bersepatu hanya  mereka yang pulang kerja langsung nonton. Selop dan Sandal jepit, lebih mendominasi stadion Tridadi.

Sejak lima tahun lalu, BCS mencoba untuk mengubah kebiasaan ndeso itu.  Maka  bersepatulah ribuan  suporter  PSS Sleman ketika datang ke Stadion Maguwoharjo Sleman. Memakai Sepatu, tampak lebih trendy, lebih rapi, lebih enak dipandang mata, lebih nyaman dan aman.

Ingin membuktikan ? Cobalah beli tiket untuk memasuki area Curva Sud Stadion Maguwoharjo Sleman. Anda akan melihat Brigata Curva Sud ataupun Ladies Curva Sud memakai sepatu.! 
Penonton bersepatu, tampak lebih maju dan modern.





5. Manifesto No Ticket No Game
Ini manifesto yang diterapkan suporter PSS Sleman Brigata Curva Sud (BCS), sejak  BCS berdiri sekitar lima tahun lalu. BCS sadar sesadar-sadarnya, bahwa mengelola sebuah klub  untuk bisa mengarungi sebuah kompetisi, membutuhkan dana besar. Angka milyaran rupiah harus ada di tangan manajemen. Dana itu akan bertambah besar, jika target yang dipatok  jauh lebih tinggi.

Maka salah satu jalan untuk meringankan beban Manajemen PSS Sleman, adalah mewujudkan Manifesto No Ticket No Game. Jika tak mau beli tiket, jangan memaksakan diri untuk menonton. Tak punya tiket, pertandingan  tidak akan digelar. Mungkin kalau diterjemahkan secara bebas semacam itu. Brigata Curva Sud berusaha menghapus budaya nonton bola tanpa tiket.

Budaya mbludhus (nonton sepakbola tidak beli tiket), merupakan tingkah laku penonton katrok, dan itu dihapus oleh BCS. Dampak positif dari Manifesto No Ticket No Game ini, pemasukan  PSS Sleman selalu penuh. Sungguh amat lumayan untuk membiayai  operasional PSS Sleman selama satu musim.

Manifesto  No Ticket  No Game ini, makin banyak ditiru oleh klub-klub lain.  Perbedaannya, manifesto No Ticket No Game di galakkan oleh suporter PSS Sleman sendiri, jadi penonton lebih mandiri. Sedang  di tempat lain, lebih banyak digerakkan oleh manajemen klub.




6. Manifesto No Leader Just Together
Ketika sebuah komunitas suporter menjadi kian besar, biasanya   ada beberapa orang  ingin  menonjol, ingin tampil di depan.  Lebih tepatnya ingin menjadi Ketua atau Presiden. Tapi Suporter PSS Sleman, Brigata Curva Sud, tidak menerapkan organisasi yang semacam itu.

Jika anda pergi ke Malang, Surabaya, Bandung atau entah di kota mana, anda akan mudah menanyai  siapa  ketua suporter sekaligus menanyakan alamat si pentolan suporter. Tapi tidak dengan Sleman. Brigata Curva Sud tidak memiliki Ketua, tidak memiliki Presiden. Manifesto No Leader Just Together, ternyata lebih kuat daripada  kelompok suporter  yang ada susunan  organisasinya.

Beberapa pentolan BCS beralasan, jika ada Ketua atau Presiden BCS, nanti BCS akan mudah didekati  dan diarahkan untuk mendukung Partai Politik tertentu. BCS ingin menjauhkan Sepakbola dari Partai Politik.

Meski tanpa  Ketua atau Presiden, BCS sudah membuktikan tetap eksis hingga kini. 





7. Memberikan Royalty pada PSS Sleman
Sebenarnya inilah yang paling penting. Sleman Fans (Slemania dan Brigata Curva Sud), mempunyai tanggung jawab untuk mandiri. Maka salah satunya adalah menjual Merchandise ke khalayak umum, seperti jersey, jaket, syal, mug, stiker, topi, dll. 

Hasilnya bagaimana ? Hasilnya sebagian diserahkan pada PSS Sleman, mereka sadar bahwa  hak Cipta sebenarnya milik PSS Sleman. Brigata Curva Sud tiap tahun rajin menyerahkan Royalty pada PSS Sleman. Sekedar  info saja, tahun 2016 lalu, Brigata Curva Sud sudah menyerahkan Royalty sebesar Rp. 50 Juta kepada manajemen PSS Sleman.
Hmm...sungguh luar biasa.

Adakah Komunitas suporter lain yang memberikan royalty pada klub kesayangannya ? 
Jika belum ada, sudah selayaknya komunitas suporter lain  mencontoh aksi Suporter PSS Sleman Brigata Curva Sud. Tidak usah malu, tidak usah gengsi !

Majulah Sepakbola Indonesia ! Bersatulah suporter Indonesia !

*Penulis adalah Pecinta Sepakbola, beralamat di Twitter @yana_udiyatna.

Baca : Ekspektasi Tinggi Pada Luis Milla.

No comments:

Post a Comment

OPINI / ESAI :

Jadikan Piala Presiden seperti Copa del Rey

Piala Presiden seperti Copa del Rey ? Kenapa tidak ?