Hari itu, Kamis, 23 Desember 2004, Stadion Gelora Sidoarjo disesaki sekitar 30.000 penonton berkostum hijau.
Ya, merekalah Bonekmania.
Hari Itu, Persebaya melakoni pertandingan terakhir lawan Persija Jakarta. Pertandingan sudah memasuki injury time. Dan beberapa detik kemudian , wasit Aeng Suarlan meniup peluit panjang. Akhirnya, Persebaya berhasil mengalahkan Persija dengan skor 2-1. Gemparlah seisi Stadion Gelora Sidoarjo.
Persebaya berhasil meraih Juara Kompetisi Sepakbola di kasta tertinggi, Divisi Utama 2004. (kala itu namanya belum Liga Super Indonesia ataupun Liga 1).
Sebuah Prestasi yang hebat. Kenapa ?
Sebelum merebut gelar Juara di tahun 2004, tepatnya satu musim sebelumnya, tim Bajul Ijo masih berkutat di divisi 1. Tapi berkat tangan dingin pelatih Jacksen F. Tiago, didukung pemain-pemain top macam Danilo Fernando, Cristian Carrasco, Leonardo Guiterez, Luciano de Souza, Uston Nawawi, dll, Persebaya bangkit dan bahkan merebut gelar Juara di musim 2004.
Prestasi kedua setelah di musim 1996/1997, Persebaya juga menjuarai Divisi Utama PSSI.
Itulah prestasi terakhir yang diukir Persebaya.
Selepas itu ? Waow, Persebaya makin lama larut dalam kesedihan. Jauh prestasi, akrab dengan sanksi. Dan yang lebih parah kandas oleh perpecahan klub. Tragis ! Karena klub ini punya sejarah panjang, klub yang turut mewarnai ramainya hingar bingar kompetisi sepakbola Indonesia, klub yang senantiasa menyumbang banyak pemain untuk kepentingan timnas. Dan sekarang, hanya cerita dan pengharapan saja yang terngiang dikepala pendukungnya.
Persebaya kini telah bangkit. Cerita muram, kesedihan, memori indah masa lalu, telah dilupakan. Bukan seberapa banyak prestasi yang dulu kau dapatkan, tetapi seberapa beranikah engkau menyongsong masa depan. Bukankah begitu kaum bijak menyuarakan.
Baca : Brigata Curva Sud, PSS Sleman, dan Makna Koreografi.
Tantangan Berat Azrul Ananda.
Anda kenal dengan Azrul Ananda ?
Bagi anda yang tidak kenal Azrul Ananda, tidak mengapa.
Tapi bagi anda yang menggeluti olahraga Basket, Sepeda, dan Balap Mobil F1, nama Azrul Ananda sangat populer.
Azrul Ananda membuat Kompetisi Basket Indonesia makin bergairah, dari tingkat SMP, SMA, sampai Basket Profesional NBL/National Basket Ball.
Olahraga Sepeda di dalam dan luar negeri ditekuni, meski cenderung sambil berwisata. Balap Mobil F1 ? Ia sering sekali sebagai pengamat dan juga komentator di layar TV. Munculnya Pembalap Pertama asal Indonesia Rio Haryanto, dikupas tuntas oleh Azrul Ananda.
(Foto : Azrul Ananda bersama sebagian Bonekmania)
Lalu apa hubungannya Azrul Ananda sengan Persebaya ?
Setelah PSSI mencabut sanksi bagi Persebaya, pengurus Persebaya berbenah menyongsong kompetisi yang akan dilakoni. Langkah pertama adalah mencari sosok yang tepat, yang bisa mengangkat harkat, derajat, dan martabat Persebaya Surabaya. Sosok itu ada pada Azrul Ananda, anak kandung dari bos Jawa Pos, Dahlan Iskan.
Akhirnya, PT. Jawa Pos Sportainment mengambil mayoritas saham Persebaya Surabaya. Dan Azrul Ananda mendapat amanah yang sungguh berat, sebagai Presiden Persebaya Surabaya. Lewat 'kuasa' Azrul Ananda, hutang-hutang Persebaya Surabaya pada pemain yang belum terlunasi, langsung dilunasi.
Langkah paling dasar sudah dilewati !
Langkah berikutnya, Azrul Ananda dan tim official Persebaya membentuk kerangka tim. Sebelum terjun resmi di kompetisi resmi Liga 2, Persebaya digodok di kawah 'candradimuka' bernama Turnamen Dirgantara Cup di Stadion Maguwoharjo Sleman. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Persebaya Juara 1 setelah dibabak final mengalahkan Cilegon United dengan skor 2-0. Hasil yang sangat bagus untuk ukuran sebuah klub yang dihukum beberapa tahun oleh PSSI.
Lewat turnamen itu, muncul nama-nama pemain yang siap membawa Persebaya berjaya kembali. Ada Rahmad Affandi, Rendi Irwan, Matt Halil, Misbakhun Solichin, Sidik Saimima, Irfan Jaya, M. Syaifuddin, Oktafianus Fernando, Taufan Hidayat, dll. Bahkan Sidik Saimima mendapat Gelar Pemain Terbaik.
Sekilas Data fakta Dirgantara Cup 2017.
27 Feb - 8 Maret 2017 di Stadion Maguwoharjo Sleman.
Babak Penyisihan Grup.
Persebaya 4- 2 PS Ngada NTT.
(Gol Taufan Hidayat 20, Rahmad Affandi 40, Fani Aulia 52, Irfan Jaya 58 / Oktavianus Pone 3, Yohanes 70)
Persbul Buol 0-1 Persebaya.
(Gol Rahmad Affandi 66)
Persebaya 1 - 2 Cilegon United.
(Gol Irfan Jaya 1/ Jalwandi 72, 84)
Persebaya Juara Grup.
Babak Semifinal.
Persebaya 3 - 0 Persibo Bojonegoro.
(Gol Rahmad Affandi 22, 44, Oktavianus Fernando 90).
Babak Final.
Cilegon United 0- 2 Persebaya.
(Gol M Syaifuddin 34, Oktavianus Fernando 40).
(Foto : Persebaya Surabaya Juara Dirgantara Cup 2017)
Era Gelap Persebaya.
Perjuangan para Bonekmania dan para pengurus untuk mengangkat pamor Persebaya sungguh amat berat, penuh liku-liku, dan berdarah-darah.
Yang paling parah adalah ketika terjadi dualisme Persebaya Surabaya.
Pada musim 2009/2010 merupakan awal mula dualisme Persebaya Surabaya. Persebaya Surabaya (PT Persebaya Indonesia) mengalami degradasi, akibat dipaksa melakukan pertandingan ulang sebanyak 3 kali melawan Persik Kediri dengan tempat yang berbeda yaitu di Kediri, Yogyakarta, dan Palembang.
Pada pertandingan ulang ketiga, pihak Persebaya menolak. Pihak manajemen tidak terima dan tidak mau ikut Divisi Utama. Langkah berikutnya, Persebaya mengikuti liga ilegal "Liga Primer Indonesia" dari sebelumnya bernama Persebaya Surabaya (PT. Surabaya Indonesia), diubah menjadi Persebaya 1927 (tetap dibawah PT. Persebaya Indonesia).
Disaat Persebaya 1927 mengikuti Liga Primer Indonesia, ternyata Wisnu Warhana diam-diam 'menikam dari belakang'. Wisnu Wardhana membawa gerbong klub asal Kalimantan bernama Persikubar Kutai Barat ke Surabaya. Dengan memakai hampir semua pemain Persikubar ini, Wisnu Wardhana mengikuti Liga Divisi Utama PSSI dengan memakai nama Persebaya Surabaya.
Persebaya Surabaya versi Wisnu Wardhana ini, ternyata berhasil promosi ke Liga Super Indonesia pada musim 2014.
Pada musim tersebut, kompetisis diberhentikan karena tidak diakui oleh Pemerintah. Persepakbolaan Indonesia akhirnya di-Banned oleh FIFA, karena FIFA menganggap ada campur tangan pemerintah di tubuh PSSI.
Pada musim 2015 Persebaya Surabaya versi Wisnu Wardhana berubah nama menjadi Bonek FC dan Surabaya United dikarenakan Persebaya 1927 (PT Persebaya Indonesia), memenangkan gugatan Hak Paten Nama dan Logo. Itu artinya , legalitas Persebaya Surabaya adalah dibawah PT.Persebaya Indonesia, bukan Persebaya versi Wisnu Wardhana.
Pada musim 2016 Surabaya United melakukan merger dengan PS Polri. Nama klubnya pun diubah jadi Bhayangkara Surabaya United. Sebuah kompetisi bernama Indonesia Soccer Championship alias ISC diikuti. Pada pertengahan kompetisi, tepatnya bulan Mei 2016, Polri resmi membeli 100% saham Bhayangkara Surabaya United. Nama Bhayangkara Surabaya United pun akhirnya diubah menjadi Bhayangkara FC.
Jadi, Bhayangkara FC ini, dulu cikal bakalnya dari Persebaya Surabaya versi Wisnu Wardhana.
Bagaimana dengan Persebaya 1927.
Awal tahun 2017, Persebaya 1927 disahkan kembali menjadi anggota PSSI , melalui Konggres PSSI di Bandung.
Ketua Umum Persebaya Edy Rahmayadi memutuskan, bahwa Persebaya Surabaya diperbolehkan mengikuti Kompetisi di kasta kedua PSSI, bernama Kompetisi Liga 2.
Sobat,
Persebaya Surabaya tidak bisa lepas dari peran Bonekmania. Begitu orang menyebut nama untuk Pendukung tim Persebaya Surabaya. Ada beberapa modal dan potensi yang bisa digerakkan untuk mengangkat Persebaya Surabaya.
1. Modal Penonton/pendukung yang berlimpah.
Banyak klub bergelimpangan karena tidak punya basis penonton yang melimpah. Contohnya, Pelita Jaya yang terakhir bernama Pelita Bandung Raya. Klub itu kini sudah tak ada. Tak perlu jauh-jauh, Bhayangkara FC yang dulu memakai nama Bhayangkara Surabaya United, penonton yang datang ke Stadion amat minim, meski bermain di Surabaya.
Suporter adalah modal berharga.
Persebaya dari dulu sampai sampai kini memiliki modal dan potensi yang luar biasa, apalagi kalau bukan suporter. Meski bermain di kelas tarkam maupun uji coba, pendukung setianya selalu hadir. Jangankan Persebaya bertanding, Persebaya tidak bertandingpun Bonekmania tetap datang.
Lihatlah Kongres PSSI awal 2017 lalu. Ada sekitar 3000 bonekmania nglurug ke Bandung untuk memperjuangkan nasib Persebaya. Meski tidak berada di arena konggres PSSI, paling tidak aspirasi Bonekmania didengar oleh peserta Konggres.
Modal inilah yang harus dikelola dengan bijak oleh manajemen Persebaya, untuk menggugah kepedulian para bonekmania. Beli tiket ketika pertandingan Persebaya, adalah contoh paling nyata.
Andaikan saja. Harga tiket dipukul rata Rp 30.000, dan Stadion Gelora Bung Tomo sesak oleh 40.000 penonton. Managemen Persebaya mengantongi pendapatan kotor Rp 1,2 milyar sekali pertandingan. Tinggal mengalikan Jumlah laga home di Surabaya. Angka yang lumayan banyak Untuk menggaji pemain dan biaya operasional Persebaya Surabaya.
Tidak ada salahnya pengurus Persebaya dan pengurus Bonekmania meniru Suporter PSS Sleman. Salah satu komunitas Suporter PSS Sleman bernama BCS-Brigata Curva Sud , sudah lama menerapkan konsep "No Ticket No Game". Konsep ini mampu menaikkan pendapatan untuk PSS Sleman. Yang tidak beli tiket, tentu tidak boleh masuk stadion.
(Silahkan baca : Belajar Pada Suporter PSS Sleman )
Istilah 'bonek' jangan diartikan 'waton nekat' masuk stadion tanpa bayar tiket. Manajemen dan pengurus suporter Persebaya, punya tanggungjawab besar untuk menyadarkan dan mencerdaskan para pendukungnya. Mengelola sebuah klub sepakbola, memerlukan dana yang besar, dan bonekmania diharapkan ikut andil membesarkan klub. Tidak perlu yang berat-berat, bawa uang yang cukup dan beli tiket setiap Persebaya bertanding, adalah bentuk dukungan pada Persebaya paling riil.
Tinggalkan kebiasaan kuno dan ndeso, minta tiket gratisan, memaksa penjaga pintu stadion, menunggu pintu masuk dibuka di babak kedua, dll.
2. Modal kedua adalah klub penghasil pemain timnas.
Pada suatu masa, timnas Indonesia pernah diperkuat para pemain dari Persebaya. Ada Bejo Sugiantoro, Anang Ma'ruf' , Jaya Hartono, Aji Santoso, dll.
Ya, timnas Indonesia tidak bisa dipisahkan dari nama Persebaya. Selalu ada nama-nama pemain dari Klub Persebaya yang dipanggil untuk memperkuat timnas Indonesia. Yang paling anyar, ada Evan Dimas dan Andik Vermansyah.
Pernah suatu ketika, ketika Timnas Indonesia berlaga di tingkat Asia Tenggara, hampir separuh tim diisi pemain-pemain dari Persebaya. Persebaya turut memberi warna bagi Jawa Timur, bahwa Jawa Timur adalah kiblatnya sepakbola Indonesia.
Memori yang manis untuk diwujudkan kembali.
3. Modal ketiga, adalah Brand Name Persebaya.
Nama besar Persebaya sejak jaman dulu sangat marketable. Nama Persebaya yang sudah mbranding ini tidak menyulitkan bagi managemen untuk menggaet sponsor. Di kompetisi kasta kedua saja Persebaya menarik minat sponsor, apalagi nanti jika sudah berada di kasta tertinggi sepakbola indonesia.
Yakinlah, Persebaya pasti berjaya..!
Catatan Tambahan.
Prestasi Persebaya Era Perserikatan
1941 Juara, menang atas VIJ/ Persija Jakarta
1950 Juara, menang atas Persib Bandung
1951 Juara, menang atas Persija Jakarta
1952 Juara, menang atas Persija Jakarta.
1978 Juara, menang atas PSMS Medan
1988 Juara, menang atas Persija Jakarta
Prestasi Era Liga Indonesia.
1997 – Juara Liga Indonesia
2004 – Juara Liga Indonesia
.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
OPINI / ESAI :
Jadikan Piala Presiden seperti Copa del Rey
Piala Presiden seperti Copa del Rey ? Kenapa tidak ?
Oke sangat membantu
ReplyDelete