Tuesday, 21 March 2017
Timnas U-22 kalah , Maaf, anak-anak belum Padu !
(Foto Kompas : Febri Haryadi sedang menggocek Bola)
Awal Pahit Luis Milla Bersama Timnas U-22.
Indonesia 1-3 Myanmar.
Ulasan by : @yana_udiyatna.
Beberapa tahun lalu, sekitar tahun 1990-an, saya pernah nonton pertandingan bola di Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Yang bertanding klub lokal PSIM Yogyakarta. Setiap kali PSIM kalah atau hanya bermain imbang, seorang pelatih lokal yang kebetulan seorang guru olahraga dari Gunungkidul, sering berkata kepada media massa lokal "maaf, anak-anak belum padu".
Sebaris Kalimat itu sering ditirukan beberapa penonton, kala PSIM bertanding di Mandala Krida dan kalah atau imbang.
Sebaris kalimat itu, tiba-tiba muncul lagi dari memoriku, tatkala Timnas Indonesia (U-22), dikalahkan Myanmar dengan skor meyakinkan 1-3.
Kekalahan yang cukup menyakitkan, karena Indonesia bermain di kandang sendiri, di Stadion Pakansari Cibinong Bogor, dan disaksikan langsung Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi. Padahal , satu minggu sebelum digelar uji coba ini, Edy Rahmayadi yakin, Indonesia dapat mengalahkan Myanmar dengan skor 3-0.
Ah, ternyata, hasilnya malah sebaliknya !
Apa yang anda pikirkan ketika Indonesia dikalahkan Myanmar dengan skor 1-3 ?
Apakah barisan pertahanan Indonesia yang rapuh ?
Koordinasi dan komunikasi yang buruk?
Kualitas pemain yang pas-pasan ?
Skema permainan yang tak jelas ?
Strategi pelatih yang tak bisa dijalankan pemain?
Fisik pemain kedodoran ?
Kualitas pemain Myanmar lebih bagus dari Indobesia ?
Semua itu ada benarnya sobat...
Permainan Indonesia hanya bagus di 30 menit pertama. Permainan masih enak dilihat, cepat, koordinasi antar pemain bagus. Alhasil , Indonesia unggul terlebih dulu lewat heading penyerang Nur Hardianto, 1-0.
Setelah itu, strategi Indonesia bisa dibaca Myanmar. Permainan cepat tidak muncul lagi, karena pemain Myanmar mampu membaca keunggulan Indonesia, terutama di sayap kanan yang ditempati Febri Haryadi, dan sayap kiri yang ditempati Saddil Ramdani.
Jika Saddil dan Febri lepas dari kawalan pemain Myanmar, pemain tenah Indonesia terlambat membantu penyerangan.
Dengan formasi 4-3-3, Luis Milla menurunkan kiper Dicky Indrayana. Empat pemain Bek, yaitu Putu Gede, Ricky Fajrin, Bagas Adi, dan Ryuji Utomo. Tiga di tengah, ada Hanif Sjahbani, Gian Zola, dan Hargianto. Tiga di Depan, Indonesia menurunkan penyerang tunggal Nur Hardianto ditopang Dua sayap lincah Febri dan Saddil Ramdani.
Dengan formasi ini, Febri dan Saddil mendapat pujian yang layak. Gerakan lincah dan tusukan yang cepat , sering kali merepotkan barisan belakang Myanmar.
Gol diciptakan Nur Hardianto, juga karena umpan dari Saddil, yang didahului dengan dribble yang menawan.
Sayangnya , setelah gol itu. Strategi penyerangan Indonesia jadi tidak jelas. Sulit membedakan antara bermain lambat dengan Strategi Penguasaan bola (ball possession). Permainan Indonesia jadi tak enak dilihat. Ketika mendapatkan bola, mereka tidak segera melakukan serangan balik cepat. Sering salah sendiri dalam melakukan Passing dan kontrol.
Masih ada rasa grogi alias 'demam panggung' bagi pemain-pemain Indonesia. Bermain seperti tertekan, tidak lepas. Bisa dimaklumi, barangkali ini adalah debut pertama pertandingan internasional bagi mereka. Kehadiran pemain naturalisasi Ezra Wallian dibabak kedua, juga belum kelihatan. Ezra hanya berlari kesana kesini , dan jarang mendapatkan bola yang enak. Ezra masih perlu adaptasi dengan para pemain lain, dan harus mengerti apa yang dimaui Luis Milla.
Bagaimana dengan Myanmar ?
Serangan balik yang dibangun Myanmar sungguh mematikan. Pemain belakang Indonesia sulit mengantisipasi. Tercatat tiga kali tembakan pemain depan Myanmar mengenai gawang. Seranhan balik yang dibangun Myanmar amat efektif. Tiga gol untuk Myanmar memberikan pelajaran berharga bagi Luis Milla selaku entrenador Indonesia. Luis Milla terlalu cepat puas dengan materi pemain yang dimiliki, tapi lupa bagaimana cara mengolahnya.
Pertandingan ini memang hanya uji coba. Ada sisi positif dari hasil ini, minimal Luis Milla dan para pemain U-22 dibukakan mata hatinya, bahwa latihan yang baru sebulan, memang belum membuahkan hasil apa-apa.
Sisi positif lainnya, Indonesia bisa belajar dari para senior Myanmar, dan beberapa pemain Myanmar yang berlaga di Piala Dunia U-20 di Selandia Baru. Itu baru baru Myanmar, belum Vietnam , Malaysia, Filipina, dan Thailand. Tentunya akan lebih kuat.
Indonesia kalah dari Myanmar 1-3.
"Hmm...maaf, anak-anak belum padu".
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
OPINI / ESAI :
Jadikan Piala Presiden seperti Copa del Rey
Piala Presiden seperti Copa del Rey ? Kenapa tidak ?
No comments:
Post a Comment